Semua orang bisa menulis tapi tidak semua pandai menulis. Menulis dalam arti yang lazim bisa diartikan sebagai kegiatan mencatat. Pada lain arti menulis juga sebagai sarana mengasah pola pikir. Berdasarkan dua arti subjektif yang saya paparkan ini maka menulis memiliki makna formalitas dan substantif.
Dua makna ini juga yang saya identifikasi sebagai kategori seorang penulis. Pertama, penulis formalitas adalah mereka yang menulis tanpa perlu memperhatikan kualitas dan muatan nilai yang terkandung pada sebuah tulisan. Kedua, penulis substantif adalah mereka yang dengan sengaja menyuguhkan sebuah tulisan dengan tujuan untuk dibaca, dipahami dan dilaksanakan.
Dua makna ini juga yang saya identifikasi sebagai kategori seorang penulis. Pertama, penulis formalitas adalah mereka yang menulis tanpa perlu memperhatikan kualitas dan muatan nilai yang terkandung pada sebuah tulisan. Kedua, penulis substantif adalah mereka yang dengan sengaja menyuguhkan sebuah tulisan dengan tujuan untuk dibaca, dipahami dan dilaksanakan.
Saya disini tidak akan merperkarakan bagaimana tindak tanduk penulis formalitas. Bagi saya pribadi - dengan sangat subjektif - lebih merasakan peran seorang penulis formalitas dalam memandang sebuah tulisan sebagai Purpose is King (tujuan adalah segalanya) dan bukan Value is King (nilai adalah segalanya). Jadi saya hanya akan mengajak anda memahami seperti apa itu penulis substantif.
Penulis Substantif
Penulis substantif berusaha mengajak khalayak untuk berpikir dan memahami sesuatu dari sudut pandang si penulis. Mereka umumnya berusaha sedapat mungkin menyederhanakan tulisannya meski lewat narasi yang aktraktif dan berbagai analogi. Lewat kemampuan bernarasi dan ber-analogi (pengandaian) karya mereka seolah menghanyutkan lewat deskripsi yang lugas terurai seperti saat kita membaca sebuah novel dan karya sastra lainnya. Pun halnya retorika, menulis adalah salah satu bagian dari seni dalam bertutur kata. Keduanya sama-sama bermaksud meyakinkan khalayaknya dengan tujuan yang berbeda.
Bagi penulis dengan karakter seperti ini sebuah tulisan tidak sekadar sebuah goresan. Ia bisa menjadi manifestasi karakter penulisnya, karena terkadang mereka serius, terkadang begitu berkobar oleh semangat, menjadi ia yang melankolis, bahkan menjadi ia yang benar-benar konyol dan humoris. Menulis dengan sendirinya adalah upaya menghidupkan imajinasi dalam dimensi lain. Menghidupkan kemampuan nalar dan daya imajinatif para pembacanya. Bagi penulis substantif tulisan adalah sebuah nilai, tulisan dengan prinsip Content is King (konten adalah raja).
Sebuah karya tidak hanya sekadar ekspresi kemampuan untuk meyakinkan agar orang tidak ragu untuk ikut mencobanya (baca: membeli). Karya adalah segala sesuatu yang kita tumpahkan dari cawan berpikir menjadi bernilai. Maka dengan sendirinya jika ia sudah bernilai maka sebuah karya (tulisan) akan menjadi bermanfaat. Khalayak akan dengan mudah mengingatnya. Jika karya adalah sebuah barang atau jasa tentulah nilainya itu akan menjadi brand. Mudah dikenang dan sulit untuk dilupakan.
Menulis Membuatmu Kaya
Menulis bagi saya pribadi adalah usaha mencegah lupa. Menulis juga merupakan upaya untuk menjadi kaya. Ketika saya merasa terpikirkan oleh sebuah gagasan maka segera akan saya tulis dalam kumpulan kalimat-kalimat pendek. Semua hal-hal yang tampaknya kecil tapi mampu menarik rasa penasaran saya untuk berpikir saya tampung dalam sebuah file. Sebut saja "bank ide", saya sendiri menamakan demikian untuk sebuah file yang saya simpan dalam netbook sebagai alat tulis saya. Dengan begini saya tidak mudah lupa dan lekas ingat kembali. Karena ini juga saya jadikan kegiatan menulis sebagai usaha mencegah lupa.
Berkat aktifitas menulis yang mencegah lupa saya makin mudah melihat kembali sejauh mana perkembangan wawasan saya dari waktu ke waktu. Dengan menulis akan memacu untuk berpikir, mengingat dan mencari berbagai referensi pendukung. Makin banyak referensi yang saya peroleh maka berpengaruh juga terhadap kemampuan bernalar. Jika nalar sudah terasah maka naluri dalam menganalisa akan lahir dengan sendirinya. Saat naluri itu muncul maka seolah segala yang kita lakukan begitu terasa ringan dan tanpa beban. Kita begitu berminat dan menikmatinya.
Menulis yang diminati dan dinikmati adalah menulis yang membuat si penulis menjadi punya banyak ide dan rasa. Lihatlah naluri seorang klepto mania, dia tidak peduli dengan resiko besar yang akan menghadangnya. Menulis membuat si penulis menjadi lebih peka dengan alam kehidupannya serta apa-apa yang menjadi minatnya. Alam dalam dimensi pikiran dan fisik. Kepekaan dalam berpikir dan merasakan sesuatu ini juga yang lantas menjadikan menulis adalah sebuah harta. Kekayaan yang diperoleh dengan modal bertambahnya wawasan dalam mengenal diri sendiri.
Ibarat mencari nafkah, menulis membutuhkan kesabaran dan fokus. Seperti pencari nafkah maka seorang penulis juga akan terus berpikir bagaimana ia mengumpulkan berbagai modal usaha lalu kemudian menentukan jalan yang tepat untuk berinvestasi. Modal yang harus didapatkan seorang penulis diperoleh dari jalan mencari referensi seperti buku, koran, majalah, internet, serta berdiskusi. Bukan untuk dijual, tepatnya untuk dipelajari. Lalu jalan apa yang tepat untuk berinvestasi adalah memilih media yang tepat sesuai aset dan kemampuannya. Jalan berinvestasi itu bisa berupa tulisan yang dituangkan menjadi sebuah buku, ebook atau mungkin menggunakan blog seperti yang saya tekuni.
Menulis sembari menjadikannya sebagai proses mengembangkan potensi diri adalah menulis yang membuat kita kaya. Bahkan tidak sedikit orang-orang yang tekun dalam menulis memperoleh manfaat materi dan finansial. Seorang blogger yang menekuni niche tersendiri dan menguasai apa yang dia tulis mampu meraup ribuan dollar dalam sebulan dari para sponsornya. Seorang JK Rowling yang single parent menjadi begitu populer dan kaya raya lewat buku Harry Potter yang juga sukses diangkat ke layar lebar. Artinya saat kita menekuni karya agar menjadi sebuah passion maka cepat atau lambat uang akan datang menghampiri kita. Jangan dulu pikirkan apa manfaatnya dari sisi pragmatis, tapi berpikirlah bagaimana manfaatnya tidak hanya untuk diri sendiri tapi juga untuk orang lain.
Orang tidak akan melirik kita jika kita tidak mempunyai sisi yang menarik dan eksentrik. Orang tidak akan memperhitungkan kita jika kita tidak bisa mendatangkan manfaat bagi orang banyak. Pribadi yang dikenang adalah pribadi yang mengingatkan tentang siapa diri kita dan mendatangkan manfaat bagi mereka.
Terakhir pesan dari saya. Kita tidak harus mengikuti trend tapi berjuanglah untuk menjadi pusat kecenderungan. Maka cepat atau lambat, dengan segera, dengan sendirinya kita akan menjadi bintang (sedikit hikmah dari Sosiometri). Teruslah menulis. - HA
Post a Comment
Post a Comment